Wednesday, November 28, 2012

PERASAAN



Duhai urusan perasaan. Ketika seseorang berhenti menangis karenanya, maka beberapa saat kemudian, tentu saja airmatanya akan kering di pipi, isaknya akan hilang disenyap, seperti tidak ada lagi sisa tangisnya di wajah. Tetapi tangisan itu tetap tertinggal di hati.
Kesedihan rasa sakit, kesendirian, beban yang membekas.
Boleh jadi sebentar, boleh jadi selamanya.
Bukankah demikian?

-- Darwis Tere Liye

Seperti kata Om Tere Liye, begitulah perasaan manusia. Di dunia ini, tidak ada satu pun yang tahu sedalam apakah perasaan manusia, selain diri manusia itu sendiri dan Tuhan. Maka, di sini saya ingin mengungkapkan kepada ‘seorang’ di sana yang mungkin akan membaca tulisan saya ini suatu waktu dalam hari-harinya.

“Alasan apa darimu jika menurut jalan pikiranmu sesuatu yang jauh dari logika tidak patut kamu pentingkan dalam hidupmu, padahal itu berkaitan dengan hati seseorang?”

Sejujurnya, seringkali di kepala saya berputar-putar pertanyaan jika memikirkan hal ini. Mengapa di dunia ini masih tersisa orang-orang yang hanya menjunjung tinggi logika tanpa menyeimbangkan diri dengan perasaan? Apakah bagi mereka perasaan hanyalah perasaan yang tidak perlu dipentingkan? Apakah bagi mereka perasaan hanyalah sebuah rasa yang harus segera dikesampingkan dari logika?

Bapak saya mempunyai pesan yang sangat bermakna sekali artinya untuk hidup saya, begini pesannya:

“Jika kita belum bisa membahagiakan orang yang kita cintai dengan materi, maka bahagiakan orang yang kita cintai itu dengan sikap dan tutur kata kita yang dapat menenangkan hatinya. Cukup itu saja. Karena, ketenangan bathin itulah sebenarnya yang membuat hidup orang bahagia.”

Bagi saya, menghargai perasaan orang itu adalah hal penting dalam hidup. Saya juga bukan orang yang tidak luput dari khilaf. Tetapi, di saat saya khilaf saya selalu berusaha untuk segera menyadari apa kesalahan saya kepada orang lain. Saya hanya sangat takut bila orang lain ternyata terluka dengan perkataan saya di luar kesadaran saya bila saya emosi. Saya hanya takut bila orang lain terluka dengan candaan saya yang di luar batas kelucuan bagi orang lain.

Saya menulis postingan ini karena ada hal yang mendorong saya untuk mengungkapkan apa yang saya rasakan selama ini karena ‘seorang’ di sana. Saya pikir, segala kejujuran perasaan saya karenanya saat ini sudah tidak bisa membuat dirinya mengaku dan merendah atas apa yang telah dilakukannya selama ini kepada saya. Saya juga tidak berhak dan tidak akan bisa mengubah sifat orang lain. Seburuk apapun perlakuan orang lain kepada saya, itu hak mereka. Saya hanya berusaha untuk belajar menjadi pribadi yang baik sebagai seorang perempuan sebagaimana yang diajarkan ibu saya selama ini.

Saya memang keras dan tegas terhadap diri saya sendiri. Saya punya prinsip, jika dengan adanya saya ternyata tidak membuat orang yang saya sayangi, siapapun itu, bahagia, bagi saya menjadi asing untuk mereka adalah hal yang terbaik. Sesungguhnya, selama 21 tahun menyusuri tiap tapak yang ada di dunia ini, untuk pertama kalinya, saat ini saya merasa sangat tidak dihargai oleh seorang yang pernah saya sayangi. Sebenarnya, ini bukan hal yang patut dibagi menjadi sebuah rangkaian huruf yang tertata rapi di dalam blog saya. Saya tahu ini, dan saya juga akan tetap menjaga perasaan ‘seorang’ itu jika suatu waktu ternyata dia membaca tulisan saya ini.

Sebagai seorang manusia yang pada kalanya bisa emosi, sedih, dan nelangsa, saya pun mengakui bahwa saya mungkin juga sering menyakiti perasaan orang lain, sadar atau tidak sadar dalam diri saya. Namun, sebisa mungkin, saya berusaha untuk menyadari itu dan mengaku. Bagi saya, mengaku akan kesalahan bukanlah hal yang buruk di dunia ini. Seperti yang dikatakan Om Tere Liye lewat tulisannya,

Kesedihan rasa sakit, kesendirian, beban yang membekas.
Boleh jadi sebentar, boleh jadi selamanya.
Bukankah demikian?

Saya tidak tahu sedalam apa perasaan orang lain. Kamu, mereka pun juga tidak tahu sedalam apa perasaan saya selama ini. Sangat tidak patut bagi saya jika saya tidak menyadari perlakuan saya yang mungkin kurang menyenangkan hati orang lain. Begitu pun juga dengan ‘seorang’ di sana.

Saya hanya berharap, kepada orang-orang yang terlalu mengedepankan logika dibanding perasaan, suatu hari nanti bisa lebih peka dengan suara-suara tangis hati orang lain. Di dunia ini, logika dan perasaan manusia memang tidak ada garis yang dapat menyatukan kedua hal itu. Logika atas pikiran, dan perasaan atas hati nurani. Itulah mengapa Tuhan menciptakan manusia dengan melengkapi dua bagian, otak dan hati nurani.

Mungkin tangisan bisa saja dengan hitungan menit dapat terhapus, tapi jangan pernah tanyakan apakah kesedihan bisa langsung pergi dalam hitungan menit juga. Di dunia ini, tak ada satupun manusia yang bisa dengan mudah jujur atas kesedihannya, beban yang mendalam dalam hatinya, dan kenangan pahit yang selalu berputar dalam pikirannya.

Untukmu ‘seorang’ di sana, saya hanya berharap kamu bisa lebih dewasa sesuai dengan usiamu saat ini. Kedewasaan bukan hanya terpatok dari kepekaan dalam logikamu saja, tapi juga perasaan.

Jika kamu bisa berakrab hati dengan orang lain yang baru saja hadir dalam hidupmu saat ini, kenapa kamu bisa dengan mudah ‘melupakan’ orang yang sudah lama menemani kamu dalam hari-harimu susah dan senang?  

Jika hari ini kamu sudah memiliki apa yang kamu dambakan sedari dulu, kenapa kamu bisa dengan mudah menganggap sesuatu ketulusan yang telah diberikan orang yang sudah lama menemani kamu itu hanya sebagai sebuah hal sepele yang tidak harus kamu pentingkan hari ini?

Jika kamu bisa memberitahu dunia apa yang kamu dapatkan dari teman barumu hari ini sebagai sebuah kepedulian, lantas mengapa kemarin kamu tidak melakukan hal yang sama atas apa yang telah diberikan orang yang telah lama menemanimu hanya untuk sedikit membuat usahanya khusus untuk kamu terasa berkesan?

Jika kamu hari ini bisa mengatakan bahwa hal baru yang diberikan oleh orang-orang baru di sekitarmu adalah sebuah kesan yang berharga, mengapa kamu tidak melakukan hal sama kemarin kepada orang yang telah lama menemani kamu di saat kamu masih merasa sendirian di dunia ini?

Jika di atas alam liar kamu bisa peduli sekali dengan orang baru dalam hidupmu, mengapa di atas ketulusan yang sungguh-sungguh diberikan seorang lamamu, kamu tidak bisa peduli seperti halnya di alam liar? Dan sangat tidak bisa diterima oleh perasaan jika kamu hanya bisa berkata “Mengapa kepedulian di alam liar terlalu dipertanyakan?” Sesungguhnya, ini bukan soal pertanyaan, akan tetapi ini sebuah keegoisan yang terlihat halus untuk seorang lamamu yang telah menemanimu selama kamu merasa kesepian kemarin.

Jika kamu hari ini sudah bisa bercanda yang mungkin bagimu dan orang-orang barumu itu sungguh sebuah lelucon, sebenarnya tidak semua orang sepemikiran denganmu. Apakah pernah kamu berpikir bagaimana perasaan orang yang kamu lontarkan lelucon tersebut?

“Sesungguhnya perempuan mampu menyembunyikan cinta selama 40 tahun, namun tak sanggup menyembunyikan kebencian walaupun hanya sesaat.”
-Darwis Tere Liye-

“Nak, perasaan itu tidak sesederhana satu tambah satu sama dengan dua. Bahkan ketika perasaan itu sudah jelas bagai bintang di langit, gemerlap indah tak terkira, tetap saja dia bukan rumus matematika. Perasaan adalah perasaan, meski secuil, walau setitik hitam di tengah lapangan putih luas, dia bisa membuat seluruh tubuh jadi sakit, kehilangan selera makan, kehilangan semangat. Hebat sekali benda bernama perasaan itu"
- Darwis Tere Liye, novel 'Kau, Aku & amp; Sepucuk Angpau Merah’ –

Saya hanya berharap untuk ‘seorang’ yang mungkin akan membaca tulisan saya ini suatu saat nanti, entah kapan, semoga kamu bisa menjadi orang yang jauh lebih baik dari kemarin dan saat ini, jika suatu hari nanti kita bertemu kembali, sengaja atau tidak sengaja pada waktunya. Saya pikir, menghargai perasaan orang tidak cukup dengan sebuah kata terimakasih saja. Jika menyayangi seseorang, tentunya sudah menjadi kewajiban kita untuk menjaga apapun yang telah diberikannya kepada kita, meskipun itu terlihat sepele. Karena, jika kita tahu, kebahagiaan dan kebencian itu justru berasal dari hal yang sepele di mata kita sebagai manusia.  

Untukmu ‘seorang’ di sana, sampai bertemu kembali di saat waktu pun mengizinkan kita untuk bertemu kembali. Sangat mengesankan dapat menemanimu kemarin.. 

No comments: