Sunday, December 9, 2012

Secangkir Ketulusan



Ini kisah secangkir kopi
Tak banyak sesuatu hal yang mengagumkan
Jika kau hanya memperhatikan bentuknya
Layaknya, cangkir mungil, kuping cangkir yang melengkung
Dengan putih gading yang membalut dirinya
Dan warna hitam si kopi yang memenuhi tubuhnya
Mengagumkan? Mungkin biasa saja
Si cangkir pun juga tidak ingin menceritakan bentuknya
Kepada dia

Si cangkir berkisah…
Aku harap, dia pun tahu
Meski aku ternasib sebagai sebuah cangkir mungil
Untaian kebahagiaan pernah terpenuhi dalam diriku
Dari kopi yang tertuang hangat di tubuh ini
Aku selalu mengetahui
Wanita itu memiliki ketulusan pada si dia
Sederhana, kataku
Tapi sangat mengagumkan
Aku bisa merasakan keihklasan dalam cinta yang disampaikannya
Lewat diriku dan si hitam kopi
Bertahun wanita itu menyeduhkan kopi untuk si dia
Lewat tubuhku
Sesungguhnya, jika aku bisa berucap
Ingin kukatakan pada si dia
“Tak pantas jika kau menaruh luka untuk wanita ini. Aku yakin, dia yang terkasih untukmu. Jagalah hati tulusnya.”
Sayang, aku tak bisa
Tak pernah bisa

Ternasib sebagai secangkir kopi
Ingin rasanya aku berteriak
Saat si dia menerbangkanku dan segala isi si hitam kopi
Dengan ucapannya
Membuang dengan sia-sia
Apa yang kusebut ketulusan seorang wanita
Ternasib sebagai secangkir kopi
Ingin aku menemani wanita itu
Menaruh semua kesedihannya dalam tubuhku
Menaruh semua buliran air matanya dalam tubuhku
Tapi aku hanya ternasib sebagai secangkir kopi
Hanya bisa menatap tangis mendalam
Lewat kedua mata wanita itu
Hanya bisa menemani dalam diamku tak bergerak
Mendengar batinnya berkecamuk
Sayang, aku ternasib sebagai secangkir kopi
Tak bergerak.
Dalam pagi, siang, dan senjanya
Dan malamnya di kala wanita itu merindu 

Satu yang ingin aku paling kisahkan pada dia
Aku memang ternasib sebagai secangkir kopi
Namun, aku bahagia terus menemani wanita itu
Yang tulus meski kutau
Hatinya telah teronggok pilu

Inilah kisahku yang ternasib sebagai secangkir kopi
Untuknya, si hati malaikat


No comments: