Ini kisah secangkir kopi
Tak banyak sesuatu hal yang
mengagumkan
Jika kau hanya memperhatikan
bentuknya
Layaknya, cangkir mungil, kuping
cangkir yang melengkung
Dengan putih gading yang membalut
dirinya
Dan warna hitam si kopi yang memenuhi
tubuhnya
Mengagumkan? Mungkin biasa saja
Si cangkir pun juga tidak ingin
menceritakan bentuknya
Kepada dia
Si cangkir berkisah…
Aku harap, dia pun tahu
Meski aku ternasib sebagai sebuah
cangkir mungil
Untaian kebahagiaan pernah terpenuhi
dalam diriku
Dari kopi yang tertuang hangat di
tubuh ini
Aku selalu mengetahui
Wanita itu memiliki ketulusan pada si
dia
Sederhana, kataku
Tapi sangat mengagumkan
Aku bisa merasakan keihklasan dalam
cinta yang disampaikannya
Lewat diriku dan si hitam kopi
Bertahun wanita itu menyeduhkan kopi
untuk si dia
Lewat tubuhku
Sesungguhnya, jika aku bisa berucap
Ingin kukatakan pada si dia
“Tak pantas jika kau menaruh luka untuk wanita ini. Aku yakin, dia yang
terkasih untukmu. Jagalah hati tulusnya.”
Sayang, aku tak bisa
Tak pernah bisa
Ternasib sebagai secangkir kopi
Ingin rasanya aku berteriak
Saat si dia menerbangkanku dan segala
isi si hitam kopi
Dengan ucapannya
Membuang dengan sia-sia
Apa yang kusebut ketulusan seorang
wanita
Ternasib sebagai secangkir kopi
Ingin aku menemani wanita itu
Menaruh semua kesedihannya dalam
tubuhku
Menaruh semua buliran air matanya
dalam tubuhku
Tapi aku hanya ternasib sebagai
secangkir kopi
Hanya bisa menatap tangis mendalam
Lewat kedua mata wanita itu
Hanya bisa menemani dalam diamku tak
bergerak
Mendengar batinnya berkecamuk
Sayang, aku ternasib sebagai
secangkir kopi
Tak bergerak.
Dalam pagi, siang, dan senjanya
Dan malamnya di kala wanita itu
merindu
Satu yang ingin aku paling kisahkan
pada dia
Aku memang ternasib sebagai secangkir
kopi
Namun, aku bahagia terus menemani
wanita itu
Yang tulus meski kutau
Hatinya telah teronggok pilu
Inilah kisahku yang ternasib sebagai
secangkir kopi
Untuknya, si hati malaikat
No comments:
Post a Comment