Guru;
“Sosok sederhana bermodalkan ilmu dan
hati nurani
yang melahirkan insan-insan besar
pembawa inspirasi bagi dunia.”
(Dhinar A.
Fitriany)
Tulisan
sederhana ini saya buat teruntuk teman-teman seperjuangan saya dan juga para pemudi-pemuda
di negeri ini, yang mana pada hari ini mengabdikan dirinya di lingkungan
masyarakat, sebagai seorang guru.
Menjadi seorang guru,
mungkin bukanlah cita-cita yang terlalu sering terdengar di telinga kita. Tapi,
bukan berarti tidak ada generasi muda yang tidak tertarik untuk menantang
dirinya sebagai seorang guru. Sekalipun, hari ini saya bukanlah seorang guru
dan saya tumbuh bukan dalam lingkungan keluarga guru, tetapi saya sangat
mengagumi dan menghargai seseorang yang dipanggil ‘Pak Guru’ dan ‘Ibu Guru’.
Saya teringat pada
pertanyaan seseorang yang dahulu pernah mempertanyakan mengapa saya memilih
jurusan kuliah di bidang pendidikan? Lebih tepatnya, “Mengambil jurusan kuliah
di bidang pendidikan, memangnya kamu punya bakat mengajar?”. Dulu, saya hanya
menjawab sekenanya saja karena saya pikir pertanyaan yang mempertanyakan bakat
seseorang, saya rasa cenderung pertanyaan subjektif dan kalaupun saya jawab
dengan kalimat yang meyakinkan, tetap saja merupakan jawaban dari seorang anak
perempuan yang baru lulus SMA dan memilih jurusan kuliah yang mana dari
penginderaan orang lain tidak sesuai dengan karakter si pemilih jurusan kuliah,
saat itu.
Namun, hari ini saya
tahu apa jawaban yang mampu menyelesaikan pertanyaan:
“Mengambil jurusan kuliah di bidang pendidikan,
memangnya kamu punya bakat mengajar?”.
Mengajar bukanlah
persoalan bakat seseorang. Siapa pun orang bisa mengajari orang lain. Akan
tetapi, tidak semua orang tertarik untuk mengeyam pendidikan yang mana
notabenenya pendidikan tersebut akan membentuk dirinya sungguh-sungguh menjadi
seorang pengajar profesional. Ketika di luar sana bakat mengajar seseorang
dipertanyakan, pun saya hanya bisa menjawab bahwa mengajar merupakan perihal keberkenanan
hati seseorang untuk membantu orang lain dengan cara, berbagi ilmu, wawasan,
pengetahuan, dan pengalaman. Adapun ketika bakat mengajar seseorang
dipertanyakan, jawabannya ialah sekalipun seseorang belum terlalu berbakat
dalam mengajar, niat baik orang tersebut niscaya akan menggiring dirinya
menjadi seorang pengajar yang profesional, kelak di hari-hari selanjutnya.
Pertanyaan pertama,
“Adakah hari ini orang-orang yang berkenan hatinya untuk membantu orang lain
dengan cara, berbagi ilmu, wawasan, pengetahuan, dan pengalaman, di sekitar
kita?” Jawabannya, ada, dan mereka yang kita sebut Pak Guru dan Ibu Guru di
sekolah.
Pertanyaan kedua,
“Adakah hari ini di antara orang-orang tersebut dari para pemuda yang berkenan
hatinya menjadi seorang guru?”. Jawabannya, ada, dan mereka yang bersedia
mengisi masa mudanya untuk menjadi bagian hidup orang lain dalam mencapai
keberhasilannya.
Pertanyaan ketiga,
“Apa yang mampu memotivasi para pemuda untuk memiliki pemikiran positif bahwa
menjadi seorang guru merupakan pengalaman hidup yang menyenangkan?”.
Jawabannya, ialah hatinya sendiri. Oleh karena, menjadi seorang guru tidak
cukup berbekal pada ilmu sewaktu masa pendidikan guru saja, namun hal utama
yang harus dimiliki ialah keberkenanan hati untuk menjadi seorang guru.
Perihal keberkenanan
hati para pemuda untuk menjadi seorang guru akan diikatkan dengan tanggung
jawabnya kelak ketika menjadi seorang guru. Di mana, tanggung jawab seorang
guru secara langsung berkaitan dengan kode etik guru di Indonesia. Berdasarkan
pada penjelasan Soetjipto dan Kosasi dapat diintisarikan bahwa sama seperti profesi
lainnya, Kode Etik Guru Indonesia ditetapkan dalam suatu kongres yang dihadiri
oleh seluruh utusan Cabang dan Pengurus Daerah PGRI dari seluruh penjuru tanah
air, pertama dalam Kongres XIII di Jakarta tahun 1973, dan kemudian disempurnakan
dalam kongres PGRI XVI tahun 1989 di Jakarta.[1]
Para pemuda yang
terpanggil untuk menunaikan niat hatinya menjadi seorang guru, harus
menjalankan tugasnya sesuai dengan dasar-dasar dalam Kode Etik Guru Indonesia,
yang mencakup:
1. Guru berbakti membimbing peserta
didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila.
2. Guru memiliki dan melaksanakan
kejujuran profesional.
3. Guru berusaha memperoleh informasi
tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan.
4. Guru menciptakan suasana sekolah
sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar-mengajar.
5. Guru memelihara hubungan baik dengan
orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa
tanggung jawab bersama terhadap pendidikan.
6. Guru secara pribadi dan bersama-sama
mengembangkan dan meningkatkan mutu dan profesinya.
7. Guru memelihara hubungan seprofesi,
semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial.
8. Guru secara bersama-sama memelihara
dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian.
9. Guru melaksanakan segala kebijakan
pemerintah dalam bidang pendidikan.[2]
Adanya Kode Etik Guru
Indonesia tersebut, akan menjadi panduan bagi para pemuda yang berprofesi
sebagai guru. Tentunya, adanya Kode Etik Guru Indonesia tersebut, diharapkan
mampu menjadi dasar-dasar para guru secara personal untuk menilai sejauh mana
perkembangan dirinya sebagai seorang pendidik di lingkungan sekolahnya dan
masyarakat dalam lingkup yang lebih luas.
Hari ini dengan segala
kenyataan yang terjadi di lingkungan, profesi guru pun masih menjadi sorotan
masyarakat dan pemerintah hingga detik ini. Seperti yang dapat diintisarikan
dari pernyataan Sujanto bahwa masih banyak terdapat keluhan masyarakat terhadap
kinerja guru Indonesia selama ini. Semua hanya menuding dan menuduh guru,
menganggap guru kurang mampu mengajar dengan baik, tanpa mau tahu kenapa guru
Indonesia jatuh pada keadaan seperti ini.[3]
Kenyataan tersebut seharusnya dapat dilihat dengan pikiran terbuka dan sikap
yang bijak bahwa adanya keluhan kinerja guru dan hambatan dalam pelaksanaan
pendidikan di lingkungan masyarakat, secara sadar tidaklah disebabkan
sepenuhnya oleh guru, akan tetapi ada pengaruh-pengaruh dari berbagai faktor di
lingkungan sekolah maupun di lingkungan masyarakat yang dapat pula menyebabkan
melemahnya kinerja guru di Indonesia.
Selain itu, adanya
anggapan bahwa profesi guru tidak menjanjikan kesejahteraan seseorang, saat ini
pun masih menjadi rahasia umum di dalam lingkungan sekitar kita. Perihal
tersebut jika kita lihat dari banyak sisi, memang benar adanya. Tetapi, tidak
dapat kita dijadikan pijakan utama kita untuk menciptakan ‘mind-set’ kepada
para pemuda bahwa berprofesi sebagai guru tidak akan membuat hidup kita
sejahtera. Adanya rahasia umum tersebut, sampai hari ini pun kelihatannya masih
menjadi faktor utama yang membuat para pemuda enggan mengenyam pendidikan guru.
Atau, ‘mind-set’ guru Oemar Bakrie yang masih menempel erat dalam pemikiran
para pemuda? Terbayang-bayang guru Oemar Bakrie yang menaiki sepeda tua dengan
tas lusuh di tangannya. Padahal, hari ini, guru Oemar Bakrie sedang bertransformasi
dengan kuat menjadi guru Oemar Bakrie yang tidak ingin lagi memegang predikat “Guru:
Sebuah Profesi yang Tidak Menjanjikan Kesejahteraan Hidup Seseorang”.
Adanya kartu joker dalam
lingkungan masyarakat perihal kesejahteraan seorang guru secara nyata telah
menjadi pembicaraan utama masyarakat tentang profesi guru, yang menyebabkan
profesi guru kurang diminati oleh para pemuda di negara kita ini. Seperti yang
dipaparkan oleh Sujanto, insetif guru yang rendah sehingga banyak guru yang
kehidupannya belum layak, dan menyebabkan profesi guru bukan menjadi pilihan
utama para pemuda kita yang cerdas.[4] Rahasia
umum tersebut merupakan fakta yang harus dilihat dengan mata terbuka oleh semua
pihak. Masalah-masalah yang terjadi di lapangan perihal kesejahteraan guru
perlu dibahas oleh seluruh pihak, baik pemerintah, masyarakat, dan seluruh
pihak institusi pendidikan, secara objektif dengan menyisipkan hati nurani serta
pemikiran yang bijak bahwa ‘guru pun seorang manusia yang memiliki tanggung
jawab penuh dalam proses memanusiakan manusia’. Adanya rahasia umum tersebut,
memang sudah ada sejak lama, sehingga menimbulkan persepsi masih rendahnya
keberpihakan pemerintah kita terhadap pendidikan calon guru. Sementara di sisi
lain, kinerja seorang guru benar-benar dijadikan tolak ukur keberhasilan suatu
proses pelaksanaan pendidikan di sekolah. Ketika banyak pihak berharap besar
adanya keberhasilan yang maksimal dalam sektor pendidikan di Indonesia, seyogianya
pemerintah dan masyarakat juga harus mau mengubah sikap, pola pikir, dan
kebijakannya mengenai pendidikan guru di negara kita. Adanya perhatian yang
serius dari semua pihak untuk keberlangsungan pendidikan guru di Indonesia
merupakan solusi yang dirasa tepat untuk menghapus sedikit demi sedikit rahasia
umum perihal kesejahteraan guru di negara kita.
Kembali pada fokus utama tulisan ini yang menggarisbawahi
perihal “Anak Muda, Seorang Guru?”. Di lapangan, guru dianggap sosok yang
penting, namun kenyataannya selalu termarginalkan di lingkup masyarakat. Profesi
guru sering dipandang sebagai sebuah profesi di mana sosok-sosok yang menjadi
guru perlu dikasihani, serta lebih menyedihkan lagi pandangan tentang profesi
guru seperti ini justru dianggap suatu hal yang ‘biasa’. Ketika para pemuda
kita terdorong hatinya untuk menjadi seorang guru, justru cibiran dari
sekitarnya yang kerap kali diperolehnya. Adakah hal lain yang bisa lebih
meyakinkan pandangan sekitar kita bahwa menjadi seorang guru merupakan
persoalan keberkenanan hati seorang anak manusia? Adakah hal lain yang bisa
lebih meyakinkan pandangan sekitar kita bahwa menjadi seorang guru akan selalu
membuat kaya hati seorang anak manusia? Adakah hal lain yang bisa lebih
meyakinkan pandangan sekitar kita bahwa menjadi seorang guru tidak akan
menghilangkan masa muda seorang anak manusia? Adakah hal lain yang bisa lebih
meyakinkan pandangan sekitar kita bahwa menjadi seorang guru merupakan profesi
sejuta cerita bagi seorang anak manusia?
Sosok guru, akan selalu dibutuhkan di dunia ini selama anak
manusia masih perlu dididik. Tulisan sederhana ini murni dibuat bertujuan untuk
mengangkat profesi guru di kalangan para pemuda di negeri ini. Berharap, tidak
ada lagi pandangan sebelah mata yang diperuntukkan untuk guru-guru Indonesia.
Tidak ada lagi persepsi miring atau cibiran dari masyarakat tentang
keberkenanan hati seorang anak manusia yang memilih rezeki hidupnya dengan
menjadi seorang guru. Tidak ada lagi sikap yang kurang menyenangkan terhadap
kinerja guru di Indonesia. Keberhasilan pelaksanaan pendidikan di negara kita
saat ini masih terus menjadi harapan besar bagi semua pihak. Melalui kerjasama
yang baik dan terbuka dari pemerintah, masyarakat, dan institusi pendidikan, untuk
semua faktor pendukung keberhasilan pelaksanaan pendidikan di negara kita,
diharapkan mampu menciptakan sebuah persepsi baru yang lebih positif tentang
profesi guru, terutama profesi guru di kalangan generasi muda di Indonesia. Semoga.
Semoga tulisan
sederhana ini dapat memberi manfaat dan pesan positif bagi kemajuan pendidikan
di Indonesia.
KAMI BANGGA MENJADI GURU DI INDONESIA!
Salam,
Dhinar A. Fitriany
(Seorang pengajar di
sebuah universitas di Jakarta)
Ucapan terima kasih spesial teruntuk teman-teman guru yang telah mendukung adanya penulisan postingan ini.
1. Alfian Refqi Ri'fai, S.Pd.
2. Cindy Aprialita, S.Pd.
3. Evi Noviani Silitonga, S.Pd.
4. Yayah Athoriyah, S.Pd.
5. Endah Puspita C., S.Pd.
6. Wulandari, S.Pd.
7. Gita Rosi Wulandari, S.Pd.
8. Kinanti Swastika, S.Pd
9. Ririn Puspitaningrum, S.Pd.
10. Saddam Fathurrachman, S.Pd.
11. Maulana Husada, S.Pd.
12. Aghfir Kurnia Sasi, S.Pd.
13. Afifah Nur Rahmah, S.Pd.
14. Yuni Chaerunnufus, S.Pd.
15. Donny Yoriva, S.Pd.
16. Suhfi Albab, S.Pd.
17. Wahyudi Hanaffy, S.Pd.
Sumber Referensi :
Sujanto, Bedjo. Guru Indonesia dan Perubahan Kurikuum:
Mengorek Kegelisahan Guru. Jakarta: Sagung Seto. 2007.
Soetjipto, dan Raflis
Kosasi. Profesi Keguruan. Jakarta:
Rineka Cipta. 2007.
[1]
Prof. Soetjipto dan Drs. Raflis Kosasi, M.Sc., Profesi Keguruan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), h. 34.
[2]
Soetjipto dan Raflis Kosasi, Op.Cit., hh.
34-35.
[3] Prof.
Dr. Bedjo Sujanto, M.Pd., Guru Indonesia
dan Perubahan Kurikulum: Mengorek Kegelisahan Guru, (Jakarta, Sagung Seto,
2007), h. 12.
No comments:
Post a Comment