Tanpa
sengaja, untuk kesekian kalinya hari Jumat selalu memberiku inspirasi untuk
menuliskan “sesuatu”. Malam ini, hujan menemani Jumat malamku. Ya, hujan
berhasil menyapu debu-debu jalanan, menghapus jejak-jejak lalu yang
mengecewakan hati, dan mungkin hujan akan memberikan cerita baru untukku dan
juga untukmu yang sedang membaca tulisanku. Sejujurnya, aku begitu cinta hari
Jumat dan juga hujan. Meski Jumat adalah hari favoritku, tapi tak berarti aku
tak suka hari selain hari Jumat. Aku suka semua hari, namun Jumat yang paling
kusuka. Mengapa? Aku suka suasana hari Jumat karena bagiku Jumat selalu menenangkan
hati. Ketika menjelang pukul 12 siang, suara ayat Al Quran dari masjid-masjid berkumandang
di segala sudut kotaku dan kotamu, menyambut pelaksanaan salat Jumat. Di hari
Jumat, aku merasa menemukan suasana yang berbeda dari hari biasanya. Melihat lalu
lalang para bapak, pemuda, dan anak laki-laki yang berpakaian rapi menuju masjid
untuk menunaikan salat Jumat, mungkin akan selalu mengundang rasa tenang di hatiku.
Ya,
hujan malam ini ternyata berhasil mendorongku untuk merenungkan sesuatu. Sesuatu
yang sering kali diucapkan banyak orang di dunia ini, pun termasuk aku, atau
kamu yang membaca tulisanku ini. Cinta dan tanggung jawab.
Cinta
dan tanggung jawab. Dua hal yang sesungguhnya saling terikat erat tanpa
kita sadari. Aku pernah dikirimkan sebuah artikel oleh seorang pria tentang perbedaan
rasa suka, kagum, sayang, dan cinta. Sejujurnya, mungkin bukan sebuah kebetulan
belaka, bila pria yang mengirimkan artikel tersebut kepadaku, adalah pria yang
berhasil membuatku ingin membangun cinta atas tanggung jawab perasaan yang ku
punya untuknya, atau rasa yang kami punya satu sama lain, hingga detik ini.
Artikel
darinya ku respon sedemikian panjangnya kalimat, karena aku memang punya
kebiasaan menulis sesuatu atau merespon sesuatu dengan kalimat yang panjang
seperti cerpen atau novel hehehe. Ya, ku
harap ia pun bisa memaklumi hal ini karena aku ‘anak bahasa’. Intinya, aku
berpendapat bahwa cinta itu tidak mengandung unsur paksaan, cinta adalah sebuah
rasa yang berasal dari hati dan tidak berpengharapan apa-apa selain ingin menciptakan
rasa bahagia untuk orang lain dan juga diri sendiri. Namun, hujan di malam ini ternyata
membuatku merenungkan hal itu kembali.
Jika
dua orang saling memiliki rasa, hal pertama yang harus mereka lakukan adalah
memastikan apa jenis perasaan yang mereka punya. Pun alasannya karena suka, tak selalu kagum; karena kagum, tak selalu sayang;
karena sayang, tak selalu cinta; namun cinta sudah pasti suka, kagum, dan
sayang. Cinta itu aneh, menurutku. Selalu menyisakan kerinduan yang tak
beralasan. Cinta itu selalu merestui apa-apa yang kita lakukan untuk mencipta
sebuah pelangi bagi hidup orang lain. Cinta itu tanggung jawab. Untuk memastikan
apa jenis perasaan yang dimiliki oleh dua orang yang saling memiliki rasa,
bukanlah perkara mudah. Mereka harus benar-benar mendalami perasaan mereka
dengan bertanya langsung pada Tuhan yang berkuasa membolak-balikkan perasaan
manusia. Proses bertanya itu pun juga tidak langsung mendapat jawaban. Tuhan
selalu punya cara agar manusia mampu memahami jawaban-Nya atas pertanyaan
manusia, termasuk soal perasaan. Lagi-lagi kembali pada tanggung jawab.
Jika
dua orang saling memiliki rasa, sebenarnya mereka sedang belajar bagaimana
menjaga tanggung jawab perasaan. Seperti yang ku tuliskan tadi, jika cinta sudah pasti suka, kagum, dan sayang, maka
tanggung jawab yang ada ialah menjaga rasa suka, kagum, dan sayang yang kita
miliki untuk seseorang tanpa ada rasa terpaksa, dan dengan niat menciptakan
sebuah kebahagiaan untuk orang lain dan diri kita sendiri. Itulah cinta yang
bertanggung jawab. Cinta dan tanggung jawab akan berjalan bersama dengan kita
untuk membuktikan sebesar apa rasa cinta yang kita miliki untuk seseorang. Jika
tanggung jawab kita untuk menjaga perasaan yang kita punya dan juga perasaan
seseorang hanya bernilai sedikit, maka lebih baik lepaskanlah sebelum menjadi
benci yang bertubi-tubi menghantam hati. Cinta tak pernah erat dengan
keterpaksaan. Namun, jika tanggung jawab kita untuk menjaga perasaan yang
kita punya dan juga perasaan seseorang bernilai banyak, hingga kita sendiri
bingung menghitungnya, menjelaskannya, maka peluklah perasaan itu dan teruslah
berdoa agar kita mampu melaksanakan tanggung jawab perasaan yang telah ada.
Cinta
itu tak harus selalu berjarak dekat dengan kita hari ini. Cinta itu adalah doa.
Ketika kita mendoakan seseorang agar ia selalu bahagia, itulah cinta. Cinta itu
adalah rindu yang tak beralasan. Ketika kita merindukan seseorang tanpa alasan,
itulah cinta. Cinta itu adalah senyuman. Ketika kita tersenyum hanya karena
melihat foto seseorang dan kita mendoakannya, itulah cinta. Cinta itu adalah
semangat hidup. Ketika kita menjadi lebih bersemangat karena suatu ucapan
sederhana dari seseorang, itulah cinta. Cinta itu adalah tanggung jawab. Ketika
kita memutuskan untuk bertanggung jawab atas perasaan suka, kagum, dan sayang
yang kita punya kepada seseorang, itulah cinta.
Tanggung
jawab itulah yang akan menciptakan rasa cinta pada hati dua insan manusia.
Cinta itu terlalu rumit dijelaskan. Bahkan, bisa jadi sepasang kekasih yang
telah menjalin hubungan dalam waktu yang lama, mereka belum mampu menemukan
cinta dalam hati mereka. Cinta itu juga penguatan hati atas tanggung jawab yang
kita punya terhadap perasaan seseorang. Oleh karena itu, jika kita memutuskan
untuk bertanggung jawab atas perasaan kita dengan perasaan seseorang, saat
itulah cinta harus mulai ditumbuhkan. Cinta itu ibarat bunga. Jika kita rajin
merawatnya, maka ia akan tumbuh menjadi bunga yang cantik. Namun, jika kita
malas merawatnya, seperti apapun kecantikan awal bunga itu tetap hanya akan
berakhir menjadi bunga yang kering. Tak akan mekar meski disirami air kembali.
Seperti itulah tanggung jawab untuk menjaga cinta. Sekali lagi, cinta itu
terlalu rumit dijelaskan. Tanggung jawab perasaan itulah yang akan menjawab
kerumitan penjelasan tentang cinta itu.
Jadi,
jangan mudah berkata cinta, jika kita tidak berniat untuk bertanggung jawab atas
perasaan yang kita miliki untuk seseorang.
“Teruntuk seorang kakak yang pernah mengirimkan sebuah artikel kepadaku
tentang perbedaan rasa suka, kagum, sayang, dan cinta, di hari-hariku kakak adalah
pria yang tak mudah berkata “cinta” secara langsung. Cinta itu memang
tak harus selalu diucap dengan kata-kata apalagi diumbar-umbar di hadapan umum.
Tapi, apa yang kakak lakukan untukku selama ini, meski untuk hal terkecil, ku
pikir itulah cinta yang kakak maksud kepadaku. Cinta dan tanggung jawab akan
selalu berjalan beriringan, dan semoga kita mampu bertanggung jawab atas
perasaan yang kita punya selama ini untuk menjawab definisi dari cinta itu
sendiri bagi kita.”
(DAF, 1 Januari 2016)
1 comment:
Bingung mau comment apaan kalau sudah mencangkup cinta.
Saya setuju banget dengan isi tulisan ibu Dhinar.
Post a Comment