Friday, January 1, 2016

CINTA DAN TANGGUNG JAWAB




Tanpa sengaja, untuk kesekian kalinya hari Jumat selalu memberiku inspirasi untuk menuliskan “sesuatu”. Malam ini, hujan menemani Jumat malamku. Ya, hujan berhasil menyapu debu-debu jalanan, menghapus jejak-jejak lalu yang mengecewakan hati, dan mungkin hujan akan memberikan cerita baru untukku dan juga untukmu yang sedang membaca tulisanku. Sejujurnya, aku begitu cinta hari Jumat dan juga hujan. Meski Jumat adalah hari favoritku, tapi tak berarti aku tak suka hari selain hari Jumat. Aku suka semua hari, namun Jumat yang paling kusuka. Mengapa? Aku suka suasana hari Jumat karena bagiku Jumat selalu menenangkan hati. Ketika menjelang pukul 12 siang, suara ayat Al Quran dari masjid-masjid berkumandang di segala sudut kotaku dan kotamu, menyambut pelaksanaan salat Jumat. Di hari Jumat, aku merasa menemukan suasana yang berbeda dari hari biasanya. Melihat lalu lalang para bapak, pemuda, dan anak laki-laki yang berpakaian rapi menuju masjid untuk menunaikan salat Jumat, mungkin akan selalu mengundang rasa tenang di hatiku.
            
Ya, hujan malam ini ternyata berhasil mendorongku untuk merenungkan sesuatu. Sesuatu yang sering kali diucapkan banyak orang di dunia ini, pun termasuk aku, atau kamu yang membaca tulisanku ini. Cinta dan tanggung jawab.
            
Cinta dan tanggung jawab. Dua hal yang sesungguhnya saling terikat erat tanpa kita sadari. Aku pernah dikirimkan sebuah artikel oleh seorang pria tentang perbedaan rasa suka, kagum, sayang, dan cinta. Sejujurnya, mungkin bukan sebuah kebetulan belaka, bila pria yang mengirimkan artikel tersebut kepadaku, adalah pria yang berhasil membuatku ingin membangun cinta atas tanggung jawab perasaan yang ku punya untuknya, atau rasa yang kami punya satu sama lain, hingga detik ini.   
            
Artikel darinya ku respon sedemikian panjangnya kalimat, karena aku memang punya kebiasaan menulis sesuatu atau merespon sesuatu dengan kalimat yang panjang seperti cerpen atau novel hehehe.  Ya, ku harap ia pun bisa memaklumi hal ini karena aku ‘anak bahasa’. Intinya, aku berpendapat bahwa cinta itu tidak mengandung unsur paksaan, cinta adalah sebuah rasa yang berasal dari hati dan tidak berpengharapan apa-apa selain ingin menciptakan rasa bahagia untuk orang lain dan juga diri sendiri. Namun, hujan di malam ini ternyata membuatku merenungkan hal itu kembali.
            
Jika dua orang saling memiliki rasa, hal pertama yang harus mereka lakukan adalah memastikan apa jenis perasaan yang mereka punya. Pun alasannya karena suka, tak selalu kagum; karena kagum, tak selalu sayang; karena sayang, tak selalu cinta; namun cinta sudah pasti suka, kagum, dan sayang. Cinta itu aneh, menurutku. Selalu menyisakan kerinduan yang tak beralasan. Cinta itu selalu merestui apa-apa yang kita lakukan untuk mencipta sebuah pelangi bagi hidup orang lain. Cinta itu tanggung jawab. Untuk memastikan apa jenis perasaan yang dimiliki oleh dua orang yang saling memiliki rasa, bukanlah perkara mudah. Mereka harus benar-benar mendalami perasaan mereka dengan bertanya langsung pada Tuhan yang berkuasa membolak-balikkan perasaan manusia. Proses bertanya itu pun juga tidak langsung mendapat jawaban. Tuhan selalu punya cara agar manusia mampu memahami jawaban-Nya atas pertanyaan manusia, termasuk soal perasaan. Lagi-lagi kembali pada tanggung jawab.
            
Jika dua orang saling memiliki rasa, sebenarnya mereka sedang belajar bagaimana menjaga tanggung jawab perasaan. Seperti yang ku tuliskan tadi, jika cinta sudah pasti suka, kagum, dan sayang, maka tanggung jawab yang ada ialah menjaga rasa suka, kagum, dan sayang yang kita miliki untuk seseorang tanpa ada rasa terpaksa, dan dengan niat menciptakan sebuah kebahagiaan untuk orang lain dan diri kita sendiri. Itulah cinta yang bertanggung jawab. Cinta dan tanggung jawab akan berjalan bersama dengan kita untuk membuktikan sebesar apa rasa cinta yang kita miliki untuk seseorang. Jika tanggung jawab kita untuk menjaga perasaan yang kita punya dan juga perasaan seseorang hanya bernilai sedikit, maka lebih baik lepaskanlah sebelum menjadi benci yang bertubi-tubi menghantam hati. Cinta tak pernah erat dengan keterpaksaan. Namun, jika tanggung jawab kita untuk menjaga perasaan yang kita punya dan juga perasaan seseorang bernilai banyak, hingga kita sendiri bingung menghitungnya, menjelaskannya, maka peluklah perasaan itu dan teruslah berdoa agar kita mampu melaksanakan tanggung jawab perasaan yang telah ada.
          
Cinta itu tak harus selalu berjarak dekat dengan kita hari ini. Cinta itu adalah doa. Ketika kita mendoakan seseorang agar ia selalu bahagia, itulah cinta. Cinta itu adalah rindu yang tak beralasan. Ketika kita merindukan seseorang tanpa alasan, itulah cinta. Cinta itu adalah senyuman. Ketika kita tersenyum hanya karena melihat foto seseorang dan kita mendoakannya, itulah cinta. Cinta itu adalah semangat hidup. Ketika kita menjadi lebih bersemangat karena suatu ucapan sederhana dari seseorang, itulah cinta. Cinta itu adalah tanggung jawab. Ketika kita memutuskan untuk bertanggung jawab atas perasaan suka, kagum, dan sayang yang kita punya kepada seseorang, itulah cinta.
           
Tanggung jawab itulah yang akan menciptakan rasa cinta pada hati dua insan manusia. Cinta itu terlalu rumit dijelaskan. Bahkan, bisa jadi sepasang kekasih yang telah menjalin hubungan dalam waktu yang lama, mereka belum mampu menemukan cinta dalam hati mereka. Cinta itu juga penguatan hati atas tanggung jawab yang kita punya terhadap perasaan seseorang. Oleh karena itu, jika kita memutuskan untuk bertanggung jawab atas perasaan kita dengan perasaan seseorang, saat itulah cinta harus mulai ditumbuhkan. Cinta itu ibarat bunga. Jika kita rajin merawatnya, maka ia akan tumbuh menjadi bunga yang cantik. Namun, jika kita malas merawatnya, seperti apapun kecantikan awal bunga itu tetap hanya akan berakhir menjadi bunga yang kering. Tak akan mekar meski disirami air kembali. Seperti itulah tanggung jawab untuk menjaga cinta. Sekali lagi, cinta itu terlalu rumit dijelaskan. Tanggung jawab perasaan itulah yang akan menjawab kerumitan penjelasan tentang cinta itu.

Jadi, jangan mudah berkata cinta, jika kita tidak berniat untuk bertanggung jawab atas perasaan yang kita miliki untuk seseorang.

Teruntuk seorang kakak yang pernah mengirimkan sebuah artikel kepadaku tentang perbedaan rasa suka, kagum, sayang, dan cinta, di hari-hariku kakak adalah pria yang tak mudah berkata “cinta” secara langsung. Cinta itu memang tak harus selalu diucap dengan kata-kata apalagi diumbar-umbar di hadapan umum. Tapi, apa yang kakak lakukan untukku selama ini, meski untuk hal terkecil, ku pikir itulah cinta yang kakak maksud kepadaku. Cinta dan tanggung jawab akan selalu berjalan beriringan, dan semoga kita mampu bertanggung jawab atas perasaan yang kita punya selama ini untuk menjawab definisi dari cinta itu sendiri bagi kita.”  

 (DAF, 1 Januari 2016) 

1 comment:

Blog anak kampung said...

Bingung mau comment apaan kalau sudah mencangkup cinta.
Saya setuju banget dengan isi tulisan ibu Dhinar.